PENGALAMAN MEMBELAJARKAN BAHASA INDONESIA
YANG BAIK DAN BENAR DI SMA YPPI - II
Oleh: Dra. Kasiyaniningsih
1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia memiliki banyak suku, budaya, dan bahasa dengan ragam dialek yang berbeda-beda. Oleh karena itu, wajarlah bila di suatu sekolah, khususnya di SMA YPPI -II terdapat berbagai bahasa ibu mengingat siswa berasal dari berbagai latar belakang dan suku bahkan bahasa daerah yang beragam pula. Bahasa daerah sebagai bahasa pertama dikenal anak sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa Indonesia yang akan diperoleh anak di sekolahnya.
Pemerolehan bahasa (B1) memiliki suatu permulaan yang gradual, yang muncul dari prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Sajalan dengan hal itu pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang dari suatu ucapan kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih apabila bahasa pertama (B1) yang diperoleh sebelumnya sangat erat hubungannya (khususnya bahasa lisan) dengan bahasa kedua tersebut. Hal itu memerlukan proses, dan kesempatan yang banyak. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66).
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadap anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa saja dampak yang kemungkinan muncul akan penulis paparkan dalam tulisan ini.
2. Ragam Bahasa Ibu di SMA YPPI-II
Siswa SMA YPPI-II berasal dari bermacam-macam suku, diantaranya dari Ambon, Makasar,
Dengan keberagaman bahasa ibu ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya sebagai guru bahasa
3. Penggunaan Bahasa
Pengaruh bahasa ibu sangatlah dominan. Hal ini sangat terbukti dari pemakaian bahasa Indonesia para siswa yang jauh dari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seringkali saya mendengar para siswa mengatakan kalimat berikut:
- Bu Maria ndek mana?
- Yogi ambek Vincent ndak masuk Bu!
- Bu, ntik saya izin latihan puisi!
- Masih nunggu arek-arek Bu!
- Ngak iso Bu!
Sebagian besar siswa sering menggunakan kalimat di atas. Mengapa hal ini bisa terjadi? Yang sering menggunakan kalimat tersebut di atas justru siswa yang berasal dari Surabaya. .Hal ini dikarenakan bahasa mereka sehari-hari di rumah adalah bahasa campuran antara bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan bahasa Cina. Justru siswa yang berasal dari luar pulau, misalnya dari Ambon, Batak, Kalimantan, bahasa Indonesia mereka lebih baik daripada bahasa Indonesia siswa yang berasal dari Surabaya.
Berdasarkan pandangan behaviorisme, kebiasaan lama masuk ke dalam cara belajar kebiasaan baru. Oleh karena itu , dalam pembelajaran B2 munculnya inteferansi diprediksikan besar sekali. Sebagai contoh siswa luar pulau yang terbiasa menggunakan bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia mereka lebih baik daripada siswa yang mempunyai bahasa ibu, bahasa Jawa atau lainnya.
4. Peran Guru Bahasa
Penggunaan bahasa
Sebagai guru bahasa Indonesia tentunya saya mempunyai kewajiban membetulkan bahasa Indonesia siswa yang masih salah. Suatu saat seorang siswa memasuki ruang guru, siswa tersebut langsung bertanya pada saya, “ Bu Maria, ndek mana? Seketika itu langsung saya jawab dengan kalimat pertanyaan, apa? Saya sengaja tidak langsung menjawab pertanyaan siswa, karena kalimat siswa salah. Dengan jawaban saya tadi, siswa menjadi sadar bahwa ada yang salah dalam kalimatnya. Dia kemudian membetulkan kalimatnya, Bu Maria dimana? Setelah siswa membetulkan kalimatnya, baru saya merespon dengan jawaban yang benar. Hal itulah yang sering saya lakukan sehingga siswa dapat membetulkan sendiri kesalahannya. Namun jika siswa masih juga belum sadar kesalahannya, dengan terpaksa, saya langsung memberikan contoh kalimat yang betul.
5. Peran Semua Guru
Apakah panggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar hanya merupakan tanggung jawab guru bahasa
Pernah suatu saat, guru tidak membetulkan pemakaian bahasa Indonesia siswa yang salah, tetapi justru mengikuti arus siswa. Sebagai contoh, siswa bertanya kepada guru, “Pak, latihannya nanti ndek mana?. Sang guru langsung menjawab, ndek
Berdasarkan pandangan behaviorisme, faktor lingkungan (faktor eksternal) merupakan faktor terpenting dalam belajar bahasa. Dengan demikian diharapkan lingkungan di SMA YPPI II akan menjadi lingkungan yang baik bagi pebelajar . Lingkungan yang baik ini akan tercipta jika semua guru turut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
6. Kesimpulan
Bahasa ibu siswa bukan menjadi halangan bagi siswa untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan pembetulan-pembetulan dari guru, tentunya siswa akan mulai menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan tanggung jawab semua guru., khususnya guru bahasa Indonesia. Dengan kerjasama semua pihak antara guru bahasa Indonesia dan guru mata pelajaran, Insya Allah siswa akan dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Daftar Rujukan
Brown, H. Douglas.2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Edisi Kelima. Jakarta: Pearson Education, Inc
Yulianto, Bambang. 2008. Pengantar Teori Belajar Bahasa.
Press.